Rabu, 02 Juli 2014

SEJARAH PENULISAN AL-QUR'AN



SEJARAH PENULISAN AL-QUR’AN



TUGAS MATA KULIAH STUDI AL-QUR’AN
DOSEN PENGAMPU : Dr .K.H. HAMDANI MU’IN . M.Ag





Mudjtahid      ( 132610000016 )



UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA ( UNISNU )
JEPARA
2014

KATA PENGANTAR
           
                        Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Subhanallahu ta’ala yang senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas  yang berjudul “ SEJARAH PENULISAN AL-QUR’AN Sholawat  serta salam kami haturkan ke pangkuan Nabi besar Muhammad SAW. Yang mana telah membawa masyarakat yang  Jahiliyah menuju zaman Islamiyah yang sangat maju.
            Dalam menyelesaikan Tugas ini penulis banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Maka dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapak Dr.K.H.Hamdani Mu’in .M.Ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Al-Qur’an
2.      Segenap  Dosen Pasca Sarjana di Universitas Islam Nahdlatul Ulama       (  Unisnu )Jepara
3.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugan ini.
              Akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap kepada seluruh pembaca untuk memberikan saran dan kritik demi menyempurnakan tugas ini.  Semoga tulisan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
                                                                 Jepara,  Maret 2014
                                                                                                Penulis
DAFTAR ISI

BAB .I.  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang………………………………………………..             1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………….             2
C.     Tujuan………………………………………………………...             2
BAB. II. PEMBAHASAN
A.    Turunnya Al-Qur’an………………………………………..                 3
B.     Zaman rosulullah……………………………………………                4
C.     Zaman Khulafa Ar-Rasyidin………………………………..                5
D.    Zaman setelah Zaman Khulafa Ar-Rasyidin……………….                 11
E.     Sekitar Tulisan Al-qur’an……………………………………                12

BAB. III.PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………..               15     
B.     Saran …………………………………………………………              15      

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN







BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul Muhammad. Dan menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari Mekah ke Medinah.
Tiada bacaan melebihi Al-qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya.bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa ,remaja atau anak-anak[1]
Alquran adalah pedoman hidup, petunjuk, pembawa kabar gembira, ancaman, dan segala aturan- aturan hidup manusia yang harus kita baca, pahami, dan kita amalkan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan banyaknya fenomena yang perlu kita ketahui yang   tersirat dalam Alquran dengan tujuan untuk kemaslahatan umat, maka kami mengambil tema tentang Sejarah Penyempurnaan Alquran setelah masa Nabi Muhammad SAW.
Berangkat dari pemahaman bahwa ayat-ayat al-quran merupakan petunjuk bagi manusia, maka kami membuat makalah ini sebagai  salah satu wasilah  dalam upaya menjaga kemurnian alquran dengan cara memahami sejarah penulisan Al-qur’an yang benar dan autentik agar tidak ada keraguan untuk mengunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan tugas ini adalah :
1.      Bagaimana  cara pengumpulan ayat-ayat Al-qur’an pada masa Rosulullah. S.A.W ?
2.      Bagaimana sejarah Penulisan Al-qur’an pada masa Kulafaurrosyidin dan sesudahnya ?
C.     Tujuan

Adapun tujuan yang hendak  dicapai dalam peyusunan   tugas ini adalah :
1.      Untuk mengetahui cara pengumpulan ayat-ayat Al-qur’an pada masa Rosulullah. S.A.W
2.      Membahas  sejarah Penulisan Al-qur’an pada masa Kulafaurrosyidin dan sesudahnya
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an, sebagaimana diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 185,diturnkan pada bulan Ramadhan.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya :
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil) ..”
‘Ulama (para ‘alim) sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, namun mengenai tanggalnya berbeda pendapat. Pendapat yang paling populer adalah diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan 10 Agustus 610 M di Gua Hiro, ketika Rosulullah SAW berusia 40 tahun.
Saat wahyu turun, nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu,Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad,ia sering dipanggil diberi tugas menulis saat wahyu turun.[2]
Demikian juga mengenai jumlah ayatnya, para alim bebeda pendapat. ‘Ulama Kufah seperti Abu Abdurrahman As Salmi menyebutkan Al-Qur’an berjumlah 6.235 ayat, As Suyuthi menyebutkan 6.616 ayat. Perbendaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka tentang kalimat Basmalllah pada awal surat dan fawatih as suwar (kata-kata pembuka surah), seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, dan Ha Mim. Kata-kata pembuka ini ada yang menggolongkan sebagai ayat ada juga yang tidak memasukkan sebagai ayat.[3]
Berbicara budaya menulis  tentulah kita harus melihat sejarah kejadian tulis menulis terbesar umat Islam, tidak lain yaitu sejarah penulisan dan penyusunan Al-quran.
B.     Zaman Rosullulah
Sejarah penulisan dan penyusunan dan penyebaran Al-Quran telah bermula dari zaman Rasulullah SAW. Pada zaman ini, penyusunan telah mula dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW. Baginda menyuruh sahabat-sahabat agar menulis ayat-ayat Al-Quran pada tulang, pelepah-pelepah, batu, kulit-kulit binatang dan sebagainya. Rasulullah SAW juga menghafal ayat-ayat tersebut dan meminta para sahabat yang lain menghafal ayat-ayat Al-Quran.
Prektik yang biasa berlaku dikalangan para sahabat tentang penulisan Al-qur’an,menyebabkan nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali alqur’an, “ dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain Al-qur’an maka ia harus menghapusnya. [4]
Sahabat-sahabat yang menjadi para penulis wahyu pada masa itu ialah Umar bin Al-Khattab, Uthman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Muawiyyah bin Abi Suffian, Zaid bin Thabit dan sebagainya.
Rasulullah SAW melarang para sahabat menulis selain dari pada ayat Al-Quran karena khawatir akan bercampur aduk. Walau bagaimanapun pengumpulan Al-Quran di zaman Rasulullah bukan dalam bentuk mashaf seperti di zaman Saidina Utsman bin Affan karena jika terjadi kekeliruan, ia dapat diatasi langsung oleh Rasulullah.SAW.
Pada masa kehidupan Beliau ( Rosulullah ) seluruh Al-qur’an sudah tersedia dalam bentuk tulisan.[5]

C.    Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
1.      Masa Abu Bakar sampai Umar bin Khottob
Selepas Rasulullah SAW wafat, Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah yaitu pada tahun ke-11 hijrah. Pada zaman ini terjadi peperangan Riddah antara tentera Islam dan golongan yg murtad. Tidak sedikit tentera Islam yg hafaz Al-Quran telah gugur dalam perang .
Menurut sebuah Riwayat  jumlah yang wafat dari kalangan muslim yang syahid sebanyak 1.000 orang …diantara yang syahid  terdapat 70 orang Qori’ dan hafizh al-qur’an dan ada yang berpendapat lebih dari itu. [6]  Dan ini menimbulkan kekhawatiran di hati Saidina Abu Bakar akan hilangnya Al-Quran.
Atas saran dan desakan Saidina Umar bin Al-Khattab, Khalifah Abu Bakar mengambil keputusan untuk mengumpulkan/menyusun Al-Quran. Beliau telah memerinthkan Zaid bin Thabit, Ubay bin Kaab, Ali bin Abi Talib dan Uthman bin Affan untuk menjalankan tugas ini.
Khalifah Abu Bakar juga menetapkan bahawa penulisan Al-Quran harus berdasarkan sumber tulisan Al-Quran yg terdapat pada Rasulullah dan sumber hafalan para sahabat. Ayat yg ditulis harus disaksikan oleh dua orang saksi. Pengumpulan Al-Quran selesai dilakukan pada tahun ke-13 hijrah dan dinamakan mushaf. Setelah kematian Khalifah Abu Bakar, Mushaf Al-Quran disimpan oleh Khalifah Umar dan kemudian oleh Hafsah.
Di masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq R.A, terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan  banyak sekali para qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa peperangan tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an yang ada pada hafalan para suhada’ ( akibat wafatnya para huffazh ). Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di lembaran-lembaran, batu, pelapah kurma,tulang dan pada tempat lain.
Pada dialog dibawah ini mengambarkan proses awal pembukuan Al-qur’an.
Zaid bin Tsabit berkata : Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku  tentang korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu      Umar bin Khaththab berada di sisinya.Abu Bakar ra berkata:  bahwa Umar telah datang  kepadanya lalu ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu. Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.” Abu Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw?” Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik.” Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka kumpulkanlah ia.”Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an. Aku bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra. Maka aku mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku temukan dari yang lainnya.[7]
surat at-Taubah  ayat: 9 .
Artinya:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olenya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran Al-Qur`an tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat:
1)      Harus diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat.
2)      Harus dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.
Bukti ketelitiannya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat at-Taubah tsb ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an,  namun mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.
2.      Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Tolib
Setelah Umar bin khotob wafat jabatan Kholifah digantikan  Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan di antara sesama muslim.  Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan Bashrah.
Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.” Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.
Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.”
Utsman kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi.Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an itu kepada Utsman.
Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman bertanya : Siapa yang orang yang biasa menulis?
”Dijawab,              : Penulis Rasulullah saw adalah Zaid bin Tsabit.
Utsman bertanya   : Lalu siapa oang yang paling pintar bahasa Arabnya?
Dijawab                 : Said bin al-‘Ash.
Utsman berkata     : Suruhlah Said untuk mendiktekan dan Zaid untuk  
  menuliskan al-Qur`an.
Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”.
Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu, karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Tertib atau urutan ayat-ayat Al-qur’an  adalah Tauqifi,ketentuan dari Rosulullah,sebagian ulama’ meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma’.[8]
Setelah mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut  ke dalam mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah.
Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah.
Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushhaf Utsmani.
Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk dibakar. Ali Bin Abi tholib berkata :Demi Allah ,dia tidak melakukan apa-apa dengan pecahan-pecahan ( Mushaf ) kecuali dengan persetujuan kita semua”.[9]
Pada masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Tolib tidak ada perubahan dan tetapseperti zaman Usman Bin Affan.
D.    Zaman Setelah Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang lain dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama hingga sampai kepada kita sekarang.
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah ( 60 H/679 M ),dia menerima perintah untuk melaksanakan tanda titik kedalam naskah mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H/670 M.[10]
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf yang terjadi di masa Khalifah Muawiyah dilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca al-Qur`an yang kurang mengerti tata bahasa Arab.
Pada masa Daulah Abbasiyah, tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf. Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah sama dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang yang berusaha mengganti satu huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan terungkap.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan        
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Oleh karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an.
E.     Sekitar Tulisan Al-quran
1.      Bentuk tulisan Alquran dan para ahli di masa lalu
Awal mula belajar menulis diantara orang Arab ialah Basyir bin Abdul Malik saudara Ukaidar daumah, ia belajar pada orang Al-Anbar, Harb dan anaknya Sufyan belajar menulis padanya,  kemudian Harb mengajar Umar bin Khattab. Mu’awiyyah belajar pada Sufyan Bapak kecilnya tulisan orang Al-Anbar, kemudian diperbaiki (disempurnakan)oleh Ulama Kufah.
Tulisan itu tiada berbaris dan tiada bertitik. kemudian bentuk tulisan itu diperbaiki oleh Abu Ali Muhamad bin Ali bin Muqlah dan kemudian diperbaiki lagi oleh Ali bin Hilal Al Bagdady yang terkenal dengan nama Ibnu Bawab.
Setelah banyak yang bukan orang arab masuk islam, mulailah ada kecederaan dalam pembacaan Alquran, Maka timbullah kakhawatiran para ulama bahwa Alquran akan mengalami kecederaan-kecederaan. Ketika itu Ziyad bin Abihi meminta kepada Abul Aswad Ad-Duali salah seorang ketua tabi’in untuk membuat tanda-tanda bacaan. Lalu Abul aswad Ad-Duali memberi baris huruf dan penghabisan dari kalimah saja dengan memakai titik di atas sebagai baris di atas, titik di bawah sebagai tanda baris di bawah dan titik di samping sebagai tanda di depan dan dua titik sebagai tanda baris dua.
Usaha menberi titik huruf Alquran itu dikerjakan oleh Nashar bin Ashim atas perintah Al-Hajjaj. Urusan memberi baris dikerjakan oleh Khalil bin Ahmad. Khalil Bin ahmad memberi sistem baris Abul Aswad Ad-Duali dengan menjadikan alif yang dibaringkan di atas huruf, tanda baris di atas dan yang dibawah huruf tanda baris di bawah, dan wau tanda baris di depan dan membuat tanda mad (panjang bacaan) dan tsdyd (tanda huruf ganda).
Setelah itu barulah penghafal-penghafal Alquran membuat tanda-tanda ayat, tanda tanda wakaf (berhenti) dan ibtida (mulai) serta menerangkan di pangkal-pangkal surat, nama surat dan tempat tempat turunnya di Mekah atau Madinah dan menyebutkan bilangan ayat nya.
Selain itu ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa yang mula mula memberi titik dan baris  ialah Al-Hasan Al-Bishry dengan suruhan Abdul Malik bin Marwan. Abdil Malik bin Warwan memerintahkan kepada Al-hajjaj dan Al-hajjaj  menyuruh Al-Hasan Al-Bishry dan Yahya bin Ya’mura,murid Abul Aswad Ad- Duali
2.      Permulaan Alquran dicetak    
Menurut sejarah Al-qur’an pertama kali Al-qur’an dicetak dan diterbitkan di Vinece sekitar tahun 1530 M, kemudian di Basel pada 1543, tetapi kemudian dimusnahkan atas perintah penguasa gereja.  Pada tahun 1694 M atau sekita tahun 1106 H, seorang jerman yang bernama Hinckelmann telah berhasil mencetak Alquran pertama di kota Hamburg.[11]
3.      Cara menulis Alquran di luar mushaf.
Menulis mushaf mengikuti cara yang dipakai dalam penulisan mushaf Khalifah ke-3 yaitu pada masa khalifah Ustman, yang dilaksanakan oleh komisi yang terdiri dari sahabat-sahabat besar, dan tulisan-tulisan itu dinamai Resam utsmani.
Dalam menulis Alquran terdapat 3 pendapat yang berbeda dari Ulama’ al-Qur’an  :
1)      Tidak di bolehkan sekali-sekali kita menyalahi khat ustmani, baik dalam menulis و maupun dalam menulis  ا, dan dalam menulis yang lain-lainnya. Pendapat ini dipegang erat oleh imam Ahmad. Abu ‘Amer Ad Dany berkata: ”tidak ada yang menyalahi apa yang dinukilkan imam malik, yaitu tidak boleh kita menulis Alquran selain dengan yang ditetapkan oleh para sahabat itu”
2)      Tulisan Alquran itu bukan tauqifi : bukan demikian diterima dari syafa’ tulisan yang sudah ditetapkan itu, tulisan yang dimupakatkan menulisnya dimasa itu. Ibnu khaldun dalam muqaddimahnya, dan Alqadli Abu bakar dalam kitab Al intishar, Beliau berkata:  “Tuhan tidak mewajibkan kita menulis Alquran dengan cara yang tertentu” Rasulullah SAW, hanya memerintahkan menulis Alquran dan tidak menerangkan cara menulisnya.
3)      Pengarang Attibyan dan Al-burhan memilih pendapat yang dipahamkan dari perkataan Ibnu ‘Abdis salam, yaitu kebolehan kita menulis Alquran untuk manusia umum menurut istilah-istilah yang dikenal oleh mereka dan tidak diharuskan kita menulis menurut tulisan lama. Karena dikhawatirkan akan meragukan mereka.
 Dan harus ada orang yang memelihara tulisan lama sebagai barang pustaka yakni orang ‘Arifin. Maka kami menulis ayat-ayat menurut istilah baru (istilah para ulama) sesuai dengan undang-undang Imla’ yang mudah dibaca orang. Dan tidak ada salahnya pula orang menulis ayat-ayat dengan tulisan latin, asal qiraatnya benar.



BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Dari uraian diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa:
1.             Al-Qur’anul karim merupakan kitab yang autentik sepanjang masa dapat menjadi pedoman hidup kaum muslimin dan membawa kesejahteran dunia akhirat
2.             Sejarah penulisan Al-qur’an sangat panjang dan berliku namun demikian tidak mengurasi keaslian Al-qur’an itu sendiri tanpa ada keraguan sedikitpun
3.             Motivasi yang tinggi bagi umat islam untuk tetap mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan Al-qur’an sebagai perisai dalam menghadapi perkembangan zaman.
B.  SARAN
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat, masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran  dari teman-teman maupun rekan-rekan sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian dan terima kasih,






DAFTAR PUSTAKA

1.      Al-Qur’anul Karim.
2.      Manna Kholil al-Qur’an : STUDI ILMU-ILMU QUR’AN, Jakarta, Inter Masa ( Lintera Antar Nusa ),1996
3.      Prof.Dr.  M.M. Al-A’zami : THE HISTORY THE QUR’ANIC TEXT( from relevation to compilation ). Jakarta, Gema Insani, 2005
4.      Prof.Dr. H.A.Athaillah,M.Ag : SEJARAH AL-QUR’AN,Jogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.
5.      Prof.Dr.M.Quraish Shihab.M.A :WAWASAN AL-QUR’AN ( tafsir maudhu’I atas pelbagai persoalan umat ) , Bandung, Mizan, 1996
6.      https://www.google.com/search?q=mushaf+kuno+al+qur%27an&newwindow










Lampiran-lampiran
https://www.google.com/search?q=mushaf+kuno+al+qur%27an&newwindow




[1] .Prof Dr.M.Quraish Shihab,wawasan al-qur’an, Bandung, Al-mizan,1996, hal-l 3
[2] .Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, The History The Qur,anic Text, from Revelatoin to Compilation, Jakarta, Gema Insani, 2008.hal-73
[3]. Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, Sejarah Al-qur’an ,verifikasi tentang otentitas al-Quran ,Jogyakarta, Pustaka Pelajar,2010 ,hal-28.
[4]. Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -73
[5] . Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -74
[6] . Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, hal-214
[7] . Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, hal-216
[8] . Manna Kholil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-qur’an, Jakarta,PT. InterMasa ( Lentera Antar Nusa) 1996 hal -205
[9] . Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -106
[10]  Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -155
[11] . Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, hal-370

5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. jasa penulisan kaligrafi http://kaligrafer.com

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah dengan penulisan kajian akademik ini, maka tuan telah membantu masyarakat hal yang anggap tidak penting ia itu satu sunnah Nabi Muhammad SAW, yang tidak disarankan oleh Ulamak di Indonesia dan Malaysia supaya di jadikan kerja menulis Al-Quraan sebagai satu ibadah Sunnah Nabi yang di tuntut selain daripada menghafalnya. Cuba kita fikirkan, jika Rasulullah tidak mengarahkan sahabatnya menulis Al-Quraan diatas kulit, pelepah Tamar dan kayu dan lainnya. Sudah pasti kita tidak dapat membaca Al-Quraan . Perkara ini telah di sedari oleh Khalifah Uthman bin Affan. Lantas beliau menjemput penulis khat menulis Al Quraan dengan tanda tandanya- kerana orang orang bukan keturunan Arab tidak boleh membaca tanpa tanda-tanda hurufnya. Termasuklah kita di nusantara yang daif dengan ilmu qiraatinya. Jadinya saya ingin bertanya, mengapakah ulamak kini tidak menggalakkan orang ramai menulis Al-Quraan seperti ramai nya orang menghafal Al-Quraan. Sheikh ZainalAbidin -MUZIUM NABAWIAH MALAYSIA- SALAM RASULULLAH. .

    BalasHapus