SEJARAH
PENULISAN AL-QUR’AN
TUGAS
MATA KULIAH STUDI AL-QUR’AN
DOSEN
PENGAMPU
: Dr .K.H. HAMDANI MU’IN . M.Ag
Mudjtahid (
132610000016 )
UNIVERSITAS
NAHDLATUL ULAMA ( UNISNU )
JEPARA
2014
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucapkan syukur kehadirat Allah Subhanallahu ta’ala yang senantiasa
melimpahkan Rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan tugas yang berjudul “ SEJARAH
PENULISAN AL-QUR’AN ” Sholawat serta salam kami haturkan ke pangkuan Nabi
besar Muhammad SAW. Yang mana telah membawa masyarakat yang Jahiliyah menuju zaman Islamiyah yang sangat
maju.
Dalam menyelesaikan Tugas ini
penulis banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Maka dengan
setulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Dr.K.H.Hamdani Mu’in .M.Ag. selaku
dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Al-Qur’an
2.
Segenap
Dosen Pasca Sarjana di Universitas Islam Nahdlatul Ulama ( Unisnu )Jepara
3.
Semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tugan ini.
Akhirnya
penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis berharap kepada seluruh pembaca untuk memberikan saran dan
kritik demi menyempurnakan tugas ini. Semoga
tulisan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jepara, Maret 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
BAB
.I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang……………………………………………….. 1
B. Rumusan
Masalah……………………………………………. 2
C. Tujuan………………………………………………………... 2
BAB.
II. PEMBAHASAN
A. Turunnya Al-Qur’an……………………………………….. 3
B. Zaman rosulullah…………………………………………… 4
C. Zaman Khulafa
Ar-Rasyidin……………………………….. 5
D. Zaman setelah Zaman Khulafa
Ar-Rasyidin………………. 11
E. Sekitar Tulisan Al-qur’an…………………………………… 12
BAB.
III.PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..
15
B. Saran
………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Secara
etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan
yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu).
Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang
diturunkan kepada Rasul Muhammad. Dan menurut para ulama klasik, Alquran sumber
agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu)
Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22
hari, dari Mekah ke Medinah.
Tiada bacaan
melebihi Al-qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti
artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya.bahkan dihafal huruf demi
huruf oleh orang dewasa ,remaja atau anak-anak[1]
Alquran adalah pedoman hidup,
petunjuk, pembawa kabar gembira, ancaman, dan segala aturan- aturan hidup
manusia yang harus kita baca, pahami, dan kita amalkan.
Seiring dengan perkembangan zaman
dan banyaknya fenomena yang perlu kita ketahui yang tersirat dalam
Alquran dengan tujuan untuk kemaslahatan umat, maka kami mengambil tema tentang
Sejarah Penyempurnaan Alquran setelah masa Nabi Muhammad SAW.
Berangkat dari pemahaman bahwa
ayat-ayat al-quran merupakan petunjuk bagi manusia, maka kami membuat makalah
ini sebagai salah satu wasilah dalam upaya menjaga kemurnian
alquran dengan cara memahami sejarah penulisan Al-qur’an yang benar dan
autentik agar tidak ada keraguan untuk mengunakan Al-Qur’an sebagai pedoman
hidup.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan tugas ini adalah :
1. Bagaimana cara pengumpulan ayat-ayat Al-qur’an pada
masa Rosulullah. S.A.W ?
2. Bagaimana sejarah Penulisan
Al-qur’an pada masa Kulafaurrosyidin dan sesudahnya ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan yang hendak dicapai dalam
peyusunan tugas ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara pengumpulan
ayat-ayat Al-qur’an pada masa Rosulullah. S.A.W
2. Membahas sejarah Penulisan Al-qur’an pada masa
Kulafaurrosyidin dan sesudahnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an,
sebagaimana diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 185,diturnkan pada bulan Ramadhan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya :
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang haq dan bathil) ..”
‘Ulama (para ‘alim) sepakat bahwa Al-Qur’an
diturunkan pada bulan Ramadhan, namun mengenai tanggalnya berbeda pendapat.
Pendapat yang paling populer adalah diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan atau
bertepatan dengan 10 Agustus 610 M di Gua Hiro, ketika Rosulullah SAW berusia
40 tahun.
Saat wahyu turun, nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang
ditugaskan agar mencatat ayat itu,Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti
atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad,ia sering dipanggil diberi tugas
menulis saat wahyu turun.[2]
Demikian juga mengenai jumlah ayatnya, para alim bebeda pendapat. ‘Ulama
Kufah seperti Abu Abdurrahman As Salmi menyebutkan Al-Qur’an berjumlah 6.235
ayat, As Suyuthi menyebutkan 6.616 ayat. Perbendaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka
tentang kalimat Basmalllah pada awal surat dan fawatih as suwar (kata-kata
pembuka surah), seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, dan Ha Mim. Kata-kata pembuka ini
ada yang menggolongkan sebagai ayat ada juga yang tidak memasukkan sebagai ayat.[3]
Berbicara budaya menulis tentulah
kita harus melihat sejarah kejadian tulis menulis terbesar umat Islam, tidak
lain yaitu sejarah penulisan dan penyusunan Al-quran.
B. Zaman
Rosullulah
Sejarah penulisan dan penyusunan dan
penyebaran Al-Quran telah bermula dari zaman Rasulullah SAW. Pada zaman ini,
penyusunan telah mula dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW. Baginda
menyuruh sahabat-sahabat agar menulis ayat-ayat Al-Quran pada tulang,
pelepah-pelepah, batu, kulit-kulit binatang dan sebagainya. Rasulullah SAW juga
menghafal ayat-ayat tersebut dan meminta para sahabat yang lain menghafal
ayat-ayat Al-Quran.
Prektik yang biasa berlaku
dikalangan para sahabat tentang penulisan Al-qur’an,menyebabkan nabi Muhammad
melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali alqur’an, “ dan siapa yang
telah menulis sesuatu dariku selain Al-qur’an maka ia harus menghapusnya. [4]
Sahabat-sahabat yang menjadi para
penulis wahyu pada masa itu ialah Umar bin Al-Khattab, Uthman bin Affan, Ali
bin Abi Talib, Muawiyyah bin Abi Suffian, Zaid bin Thabit dan sebagainya.
Rasulullah SAW melarang para sahabat
menulis selain dari pada ayat Al-Quran karena khawatir akan bercampur aduk.
Walau bagaimanapun pengumpulan Al-Quran di zaman Rasulullah bukan dalam bentuk
mashaf seperti di zaman Saidina Utsman bin Affan karena jika terjadi
kekeliruan, ia dapat diatasi langsung oleh Rasulullah.SAW.
Pada masa kehidupan Beliau (
Rosulullah ) seluruh Al-qur’an sudah tersedia dalam bentuk tulisan.[5]
C. Zaman
Khulafa Ar-Rasyidin
1.
Masa Abu Bakar sampai Umar bin
Khottob
Selepas
Rasulullah SAW wafat, Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah yaitu pada
tahun ke-11 hijrah. Pada zaman ini terjadi peperangan Riddah antara tentera
Islam dan golongan yg murtad. Tidak sedikit tentera Islam yg hafaz Al-Quran
telah gugur dalam perang .
Menurut
sebuah Riwayat jumlah yang wafat dari
kalangan muslim yang syahid sebanyak 1.000 orang …diantara yang syahid terdapat 70 orang Qori’ dan hafizh al-qur’an
dan ada yang berpendapat lebih dari itu. [6] Dan ini menimbulkan kekhawatiran di hati
Saidina Abu Bakar akan hilangnya Al-Quran.
Atas saran
dan desakan Saidina Umar bin Al-Khattab, Khalifah Abu Bakar mengambil keputusan
untuk mengumpulkan/menyusun Al-Quran. Beliau telah memerinthkan Zaid bin
Thabit, Ubay bin Kaab, Ali bin Abi Talib dan Uthman bin Affan untuk menjalankan
tugas ini.
Khalifah
Abu Bakar juga menetapkan bahawa penulisan Al-Quran harus berdasarkan sumber
tulisan Al-Quran yg terdapat pada Rasulullah dan sumber hafalan para sahabat.
Ayat yg ditulis harus disaksikan oleh dua orang saksi. Pengumpulan Al-Quran
selesai dilakukan pada tahun ke-13 hijrah dan dinamakan mushaf. Setelah
kematian Khalifah Abu Bakar, Mushaf Al-Quran disimpan oleh Khalifah Umar dan
kemudian oleh Hafsah.
Di masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq
R.A, terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali para
qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa peperangan
tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar
ayat-ayat al-Qur`an yang ada pada hafalan para suhada’ ( akibat wafatnya para
huffazh ). Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di
lembaran-lembaran, batu, pelapah kurma,tulang dan pada tempat lain.
Pada dialog dibawah ini mengambarkan proses awal
pembukuan Al-qur’an.
Zaid
bin Tsabit berkata : Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab
berada di sisinya.Abu Bakar ra berkata: bahwa Umar telah datang kepadanya lalu
ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa
para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan
terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu.
Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.” Abu Bakar berkata
kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah
dilakukan oleh Rasul saw?” Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang
baik.” Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan
kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat
seperti apa yang dipandang oleh Umar.Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu
Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas.
Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah
menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an,
maka kumpulkanlah ia.”Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk
memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat
dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an. Aku
bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar
selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada
dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra. Maka aku
mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang,
dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan
akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku temukan
dari yang lainnya.[7]
surat at-Taubah ayat: 9 .
Artinya:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olenya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak
berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu
apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran Al-Qur`an
tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua
orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis
di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua
syarat:
1)
Harus diperoleh secara tertulis
dari salah seorang sahabat.
2)
Harus dihafal oleh salah seorang
dari kalangan sahabat.
Bukti ketelitiannya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat
terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa
akhir Surat at-Taubah tsb ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian
Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut,
sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah,
bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang
adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah
tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an, namun mereka tidak hanya mendasarkan pada
hafalan mereka saja. Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang
sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini
bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar
mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke
dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama
hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian
bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai
wasiat Umar.
2.
Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Tolib
Setelah Umar bin khotob wafat jabatan Kholifah digantikan
Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra.
Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman
terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah melihat
penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab.
Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak.
Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud,
sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Implikasi dari
fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan di antara sesama
muslim. Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan
Bashrah.
Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah
berkata, “Penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah
membaca qiraat Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin,
sungguh aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.”
Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin
Utsman bin Affan di Madinah.
Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin,
sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an)
sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.”
Utsman kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah
agar Hafshah mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada
Utsman untuk disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan
dikembalikan lagi.Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an itu
kepada Utsman.
Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash,
dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk
menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman
bertanya : Siapa yang orang yang biasa menulis?
”Dijawab,
: Penulis Rasulullah saw
adalah Zaid bin Tsabit.
Utsman
bertanya : Lalu siapa oang yang paling
pintar bahasa Arabnya?
Dijawab : Said bin al-‘Ash.
Utsman berkata :
Suruhlah Said untuk mendiktekan dan Zaid untuk
menuliskan al-Qur`an.
Saat
proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan,
yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”.
Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan yang
menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para sahabat.
Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin Tsabit
menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena
memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka menuliskannya.
Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata itu
tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka
memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk
menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin
teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata
seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal
itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula al-Qur`an diturunkan dengan
bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu, karena
mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran
al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Tertib atau urutan ayat-ayat Al-qur’an
adalah Tauqifi,ketentuan dari Rosulullah,sebagian ulama’
meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma’.[8]
Setelah mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut ke dalam
mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah.
Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh wilayah
negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang al-Qur`an.
Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah.
Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah,
Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushhaf Utsmani.
Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum
muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk
dibakar. Ali Bin Abi tholib berkata :Demi Allah ,dia tidak melakukan apa-apa
dengan pecahan-pecahan ( Mushaf ) kecuali dengan persetujuan kita semua”.[9]
Pada masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Tolib tidak ada
perubahan dan tetapseperti zaman Usman Bin Affan.
D. Zaman Setelah Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang lain
dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama hingga sampai
kepada kita sekarang.
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah ( 60 H/679 M ),dia menerima perintah
untuk melaksanakan tanda titik kedalam naskah mushaf, yang kemungkinan dapat
terselesaikan pada tahun 50 H/670 M.[10]
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan
titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf
yang terjadi di masa Khalifah Muawiyah
dilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca al-Qur`an yang
kurang mengerti tata bahasa Arab.
Pada masa Daulah Abbasiyah, tanda
syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu kecil di atas
huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan kasrah ditandai
dengan ya` kecil di bawah huruf. Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah
dan di atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan
dilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah sama
dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT telah
menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang yang berusaha mengganti satu
huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan terungkap.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan
sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Oleh karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas
al-Qur`an.
E.
Sekitar Tulisan Al-quran
1. Bentuk
tulisan Alquran dan para ahli di masa lalu
Awal mula belajar menulis diantara
orang Arab ialah Basyir bin Abdul Malik saudara Ukaidar daumah, ia belajar pada orang
Al-Anbar, Harb dan anaknya Sufyan belajar menulis padanya, kemudian Harb
mengajar Umar bin Khattab. Mu’awiyyah belajar pada Sufyan Bapak kecilnya
tulisan orang Al-Anbar, kemudian diperbaiki (disempurnakan)oleh Ulama Kufah.
Tulisan itu tiada berbaris dan tiada
bertitik. kemudian bentuk tulisan itu diperbaiki oleh Abu Ali Muhamad bin
Ali bin Muqlah dan kemudian diperbaiki lagi oleh Ali bin Hilal Al
Bagdady yang terkenal dengan nama Ibnu Bawab.
Setelah banyak yang bukan orang arab
masuk islam, mulailah ada kecederaan dalam pembacaan Alquran, Maka timbullah
kakhawatiran para ulama bahwa Alquran akan mengalami kecederaan-kecederaan.
Ketika itu Ziyad bin Abihi meminta kepada Abul Aswad Ad-Duali
salah seorang ketua tabi’in untuk membuat tanda-tanda bacaan. Lalu Abul
aswad Ad-Duali memberi baris huruf dan penghabisan dari kalimah saja dengan
memakai titik di atas sebagai baris di atas, titik di bawah sebagai tanda baris
di bawah dan titik di samping sebagai tanda di depan dan dua titik sebagai
tanda baris dua.
Usaha menberi titik huruf Alquran
itu dikerjakan oleh Nashar bin Ashim atas perintah Al-Hajjaj.
Urusan memberi baris dikerjakan oleh Khalil bin Ahmad. Khalil Bin ahmad
memberi sistem baris Abul Aswad Ad-Duali dengan menjadikan alif yang
dibaringkan di atas huruf, tanda baris di atas dan yang dibawah huruf tanda
baris di bawah, dan wau tanda baris di depan dan membuat tanda mad (panjang
bacaan) dan tsdyd (tanda huruf ganda).
Setelah itu barulah
penghafal-penghafal Alquran membuat tanda-tanda ayat, tanda tanda wakaf
(berhenti) dan ibtida (mulai) serta menerangkan di pangkal-pangkal surat, nama
surat dan tempat tempat turunnya di Mekah atau Madinah dan menyebutkan bilangan
ayat nya.
Selain itu ada riwayat lain yang
menyebutkan bahwa yang mula mula memberi titik dan baris ialah Al-Hasan
Al-Bishry dengan suruhan Abdul Malik bin Marwan. Abdil Malik bin
Warwan memerintahkan kepada Al-hajjaj dan Al-hajjaj menyuruh Al-Hasan
Al-Bishry dan Yahya bin Ya’mura,murid Abul Aswad Ad- Duali
2. Permulaan
Alquran dicetak
Menurut sejarah Al-qur’an pertama
kali Al-qur’an dicetak dan diterbitkan di Vinece sekitar tahun 1530 M, kemudian
di Basel pada 1543, tetapi kemudian dimusnahkan atas perintah penguasa gereja. Pada tahun 1694 M atau sekita tahun 1106 H,
seorang jerman yang bernama Hinckelmann telah berhasil mencetak Alquran pertama
di kota Hamburg.[11]
3. Cara
menulis Alquran di luar mushaf.
Menulis mushaf mengikuti cara yang
dipakai dalam penulisan mushaf Khalifah ke-3 yaitu pada masa khalifah Ustman,
yang dilaksanakan oleh komisi yang terdiri dari sahabat-sahabat besar, dan
tulisan-tulisan itu dinamai Resam utsmani.
Dalam menulis Alquran terdapat 3
pendapat yang berbeda dari Ulama’ al-Qur’an :
1) Tidak di bolehkan sekali-sekali kita
menyalahi khat ustmani, baik dalam menulis و maupun
dalam menulis ا, dan dalam menulis yang lain-lainnya.
Pendapat ini dipegang erat oleh imam Ahmad. Abu ‘Amer Ad Dany berkata: ”tidak
ada yang menyalahi apa yang dinukilkan imam malik, yaitu tidak boleh kita
menulis Alquran selain dengan yang ditetapkan oleh para sahabat itu”
2) Tulisan Alquran itu bukan tauqifi :
bukan demikian diterima dari syafa’ tulisan yang sudah ditetapkan itu, tulisan
yang dimupakatkan menulisnya dimasa itu. Ibnu khaldun dalam muqaddimahnya, dan
Alqadli Abu bakar dalam kitab Al intishar, Beliau berkata: “Tuhan
tidak mewajibkan kita menulis Alquran dengan cara yang tertentu” Rasulullah
SAW, hanya memerintahkan menulis Alquran dan tidak menerangkan cara menulisnya.
3) Pengarang Attibyan dan Al-burhan
memilih pendapat yang dipahamkan dari perkataan Ibnu ‘Abdis salam, yaitu
kebolehan kita menulis Alquran untuk manusia umum menurut istilah-istilah yang
dikenal oleh mereka dan tidak diharuskan kita menulis menurut tulisan lama.
Karena dikhawatirkan akan meragukan mereka.
Dan harus ada orang yang memelihara tulisan
lama sebagai barang pustaka yakni orang ‘Arifin. Maka kami menulis
ayat-ayat menurut istilah baru (istilah para ulama) sesuai dengan undang-undang
Imla’ yang mudah dibaca orang. Dan tidak ada salahnya pula orang menulis
ayat-ayat dengan tulisan latin, asal qiraatnya benar.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
uraian diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa:
1.
Al-Qur’anul
karim merupakan kitab yang autentik sepanjang masa dapat menjadi pedoman hidup
kaum muslimin dan membawa kesejahteran dunia akhirat
2.
Sejarah penulisan Al-qur’an sangat panjang dan berliku
namun demikian tidak mengurasi keaslian Al-qur’an itu sendiri tanpa ada
keraguan sedikitpun
3.
Motivasi yang tinggi bagi umat islam untuk tetap
mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan Al-qur’an sebagai perisai dalam
menghadapi perkembangan zaman.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah yang kami
buat, masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari
teman-teman maupun rekan-rekan sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Demikian dan terima kasih,
DAFTAR
PUSTAKA
1. Al-Qur’anul
Karim.
2. Manna
Kholil al-Qur’an : STUDI ILMU-ILMU QUR’AN, Jakarta, Inter Masa ( Lintera
Antar Nusa ),1996
3. Prof.Dr. M.M. Al-A’zami : THE HISTORY THE QUR’ANIC
TEXT( from relevation to compilation ). Jakarta, Gema Insani, 2005
4. Prof.Dr.
H.A.Athaillah,M.Ag : SEJARAH AL-QUR’AN,Jogyakarta, Pustaka Pelajar,
2010.
5. Prof.Dr.M.Quraish
Shihab.M.A :WAWASAN AL-QUR’AN ( tafsir maudhu’I atas pelbagai persoalan umat
) , Bandung, Mizan, 1996
6. https://www.google.com/search?q=mushaf+kuno+al+qur%27an&newwindow
Lampiran-lampiran
https://www.google.com/search?q=mushaf+kuno+al+qur%27an&newwindow
[1]
.Prof Dr.M.Quraish Shihab,wawasan al-qur’an, Bandung, Al-mizan,1996, hal-l
3
[2]
.Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, The History The Qur,anic Text, from Revelatoin to
Compilation, Jakarta, Gema Insani, 2008.hal-73
[3].
Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, Sejarah Al-qur’an ,verifikasi tentang otentitas
al-Quran ,Jogyakarta, Pustaka Pelajar,2010 ,hal-28.
[4].
Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -73
[5] .
Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -74
[6] .
Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, hal-214
[7] . Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg,
hal-216
[8] .
Manna Kholil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-qur’an, Jakarta,PT. InterMasa
( Lentera Antar Nusa) 1996 hal -205
[9] .
Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -106
[10] Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -155
[11] .
Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, hal-370
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusjasa penulisan kaligrafi http://kaligrafer.com
BalasHapusjasa penulisan kaligrafi http://kaligrafer.com
BalasHapusjasa penulisan kaligrafi http://kaligrafer.com
BalasHapusAlhamdulillah dengan penulisan kajian akademik ini, maka tuan telah membantu masyarakat hal yang anggap tidak penting ia itu satu sunnah Nabi Muhammad SAW, yang tidak disarankan oleh Ulamak di Indonesia dan Malaysia supaya di jadikan kerja menulis Al-Quraan sebagai satu ibadah Sunnah Nabi yang di tuntut selain daripada menghafalnya. Cuba kita fikirkan, jika Rasulullah tidak mengarahkan sahabatnya menulis Al-Quraan diatas kulit, pelepah Tamar dan kayu dan lainnya. Sudah pasti kita tidak dapat membaca Al-Quraan . Perkara ini telah di sedari oleh Khalifah Uthman bin Affan. Lantas beliau menjemput penulis khat menulis Al Quraan dengan tanda tandanya- kerana orang orang bukan keturunan Arab tidak boleh membaca tanpa tanda-tanda hurufnya. Termasuklah kita di nusantara yang daif dengan ilmu qiraatinya. Jadinya saya ingin bertanya, mengapakah ulamak kini tidak menggalakkan orang ramai menulis Al-Quraan seperti ramai nya orang menghafal Al-Quraan. Sheikh ZainalAbidin -MUZIUM NABAWIAH MALAYSIA- SALAM RASULULLAH. .
BalasHapus